Rabu, 30 Januari 2013

Siapakah Musa?

 


Saat mendengar nama Musa, apa yang tebersit dalam benak Anda? Apakah Anda teringat akan . . .
  • bayi yang disembunyikan oleh ibunya dalam keranjang di Sungai Nil?
  • anak yang dibesarkan dalam kemewahan di Mesir oleh putri Firaun—namun tidak pernah lupa bahwa ia orang Israel?
  • pria yang hidup di Midian sebagai gembala selama 40 tahun?
  • pria yang berbicara dengan Yehuwa * dekat semak yang bernyala?
  • pria yang menghadap raja Mesir, dengan berani meminta agar bangsa Israel dibebaskan dari perbudakan?
  • pria yang Allah perintahkan untuk mengumumkan Sepuluh Tulah atas Mesir ketika Firaun menentang Allah yang benar?
  • pria yang memimpin eksodus bangsa Israel dari Mesir?
  • pria yang Allah gunakan untuk membelah Laut Merah?
  • pria yang memberikan Sepuluh Perintah dari Allah kepada bangsa Israel?
SEMUA jawaban di atas benar, dan masih banyak lagi yang Musa lakukan. Tidak heran, pria setia ini sangat dihormati oleh orang Kristen, Islam, maupun Yahudi!
Pastilah, Musa adalah nabi yang mempertunjukkan ”kedahsyatan besar”. (Ulangan 34:10-12) Ia mau digunakan Allah dengan cara yang luar biasa. Walaupun begitu, Musa adalah manusia biasa. Seperti nabi-nabi lain, Musa adalah pria ”yang mempunyai perasaan seperti kita”. (Yakobus 5:17) Musa juga menghadapi berbagai masalah yang sama dengan kita, dan ia berhasil mengatasinya.
Apakah Anda ingin tahu bagaimana ia bisa berhasil? Perhatikan tiga sifat baik Musa dan apa yang bisa kita pelajari dari teladannya.

Musa—Pria yang Beriman


ARTI IMAN:

Dalam Alkitab, ”iman” mencakup kepercayaan yang teguh akan sesuatu yang tidak kelihatan karena adanya bukti yang kuat. Orang yang beriman kepada Allah percaya bahwa Ia akan memenuhi semua janji-Nya.

TELADAN MUSA:

Keputusan yang Musa buat menunjukkan imannya akan janji-janji Allah. (Kejadian 22:15-18) Ia punya kesempatan untuk hidup nyaman bergelimang harta di Mesir, namun ia rela kehilangan itu semua, ”karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa”. (Ibrani 11:25, Terjemahan Baru) Apakah ia membuat keputusan yang tergesa-gesa, yang belakangan ia sesali? Tidak, karena Alkitab mengatakan bahwa Musa ”bertahan sama seperti ia melihat apa yang tidak kelihatan”. (Ibrani 11:27, TB) Musa tidak pernah menyesali keputusan yang ia buat berdasarkan iman.
Musa berusaha menguatkan iman orang lain. Misalnya, coba perhatikan kejadian saat orang Israel mengira mereka terjebak di antara Laut Merah dan pasukan Firaun. Melihat bahaya semakin mendekat, mereka merasa takut sehingga memohon pertolongan kepada Yehuwa dan Musa. Apa reaksi Musa?
Musa mungkin tidak tahu bahwa Allah akan membelah Laut Merah agar bangsa Israel bisa lolos. Namun, Musa yakin Allah akan melakukan sesuatu untuk melindungi umat-Nya. Dan, Musa ingin agar bangsa Israel memiliki keyakinan yang sama. ”Musa mengatakan kepada bangsa itu, ’Jangan takut. Berdirilah teguh dan lihat penyelamatan dari Yehuwa, yang akan ia laksanakan untukmu hari ini.’” (Keluaran 14:13) Apakah Musa berhasil menguatkan iman bangsanya? Ya, Alkitab mengatakan tentang seluruh bangsa itu, ”Karena beriman, mereka melintasi Laut Merah seperti di atas tanah kering.” (Ibrani 11:29) Iman Musa bermanfaat bukan hanya bagi dirinya, melainkan juga bagi setiap orang yang meniru imannya.

PELAJARAN BAGI KITA:

Kita dapat meniru Musa dengan membuat keputusan yang menunjukkan iman kita akan janji Allah. Misalnya, Allah berjanji untuk memenuhi kebutuhan materi kita jika kita mendahulukan ibadat kepada-Nya. (Matius 6:33) Memang, kita mungkin merasa sulit untuk tidak mengutamakan hal-hal materi, yang dikejar banyak orang sekarang. Namun kita dapat yakin, jika kita berusaha hidup sederhana dan berfokus pada ibadat, Yehuwa akan menyediakan semua kebutuhan kita. Ia menjamin, ”Aku tidak akan membiarkan engkau atau meninggalkan engkau.”Ibrani 13:5.

Kita juga berusaha keras untuk menguatkan iman orang lain. Misalnya, orang tua yang bijaksana sadar kalau mereka punya kesempatan berharga untuk membantu anak-anak beriman kepada Allah. Saat beranjak dewasa, anak-anak perlu belajar bahwa Allah itu ada dan bahwa Ia menetapkan standar tentang apa yang benar dan salah. Selain itu, mereka perlu yakin bahwa mengikuti standar Allah adalah jalan hidup terbaik. (Yesaya 48:17, 18) Orang tua memberikan hadiah yang berharga jika mereka membantu anak-anak beriman bahwa Allah ”ada dan bahwa dia memberikan upah kepada orang yang dengan sungguh-sungguh mencari dia”.Ibrani 11:6.

Musa—Pria yang Rendah Hati


ARTI KERENDAHAN HATI:

Kerendahan hati bertolak belakang dengan kesombongan dan keangkuhan. Orang yang rendah hati tidak memandang rendah orang lain. Ia juga bersahaja, menyadari bahwa ia tidak sempurna dan memiliki keterbatasan.

TELADAN MUSA:

Kekuasaan tidak membuat Musa besar kepala. Biasanya, kerendahan hati seseorang akan langsung terlihat sewaktu ia baru diberi kekuasaan. Seorang pembicara abad ke-19, Robert G. Ingersoll mengatakan, ”Kebanyakan orang dapat menanggung kesusahan. Namun, jika Anda ingin tahu sifat asli seseorang, beri dia kekuasaan.” Dalam hal ini, Musa memberikan teladan kerendahan hati yang luar biasa. Mari kita lihat.
Musa mendapat wewenang yang besar, karena Yehuwa menugasi dia memimpin bangsa Israel. Namun, ia tidak pernah menjadi sombong. Misalnya, coba perhatikan cara ia menangani masalah pelik tentang warisan. (Bilangan 27:1-11) Itu bukan persoalan remeh, karena keputusan yang diambil akan menjadi preseden hukum untuk kasus-kasus lain.
Bagaimana Musa menyikapinya? Apakah ia berpikir bahwa sebagai pemimpin Israel, ia sanggup dan berhak mengambil keputusan? Apakah ia mengandalkan kesanggupannya sendiri, pengalaman hidupnya, atau pengetahuannya tentang cara berpikir Yehuwa?
Orang yang sombong mungkin akan seperti itu. Tetapi, Musa tidak demikian. Alkitab mengatakan, ”Musa mengajukan perkara [itu] ke hadapan Yehuwa.” (Bilangan 27:5) Coba bayangkan. Bahkan setelah 40 tahun memimpin bangsa Israel, Musa mengandalkan Yehuwa, bukan dirinya sendiri. Di sini, terlihat jelas bahwa Musa sangat rendah hati.
Musa tidak berupaya mengamankan kedudukannya. Ia senang sewaktu Yehuwa mengizinkan pria-pria Israel lain juga menjadi nabi. (Bilangan 11:24-29) Ketika bapak mertuanya menyarankan agar ia membagi beban kerjanya dengan orang lain, Musa dengan rendah hati menuruti nasihat itu. (Keluaran 18:13-24) Dan, menjelang akhir hidupnya, walaupun masih kuat, Musa meminta Yehuwa menunjuk seorang pengganti dirinya. Ketika Yehuwa memilih Yosua, Musa dengan tulus mendukung pria yang lebih muda itu, mendesak orang-orang agar mengikuti pengarahan Yosua untuk masuk ke Tanah Perjanjian. (Bilangan 27:15-18; Ulangan 31:3-6; 34:7) Musa pasti menganggap tugasnya untuk memimpin bangsa Israel sangat penting. Namun, ia tidak mengutamakan kekuasaannya di atas kesejahteraan orang lain.

PELAJARAN BAGI KITA:

Kita tidak mau membiarkan kekuasaan, wewenang, atau kesanggupan membuat kita besar kepala. Ingatlah: Tidak soal kesanggupan kita, kita baru bisa berguna bagi Yehuwa jika kita rendah hati. (1 Samuel 15:17) Kalau kita sungguh-sungguh rendah hati, kita akan berusaha menaati nasihat Alkitab, ”Percayalah kepada Yehuwa dengan segenap hatimu dan jangan bersandar pada pengertianmu sendiri.”Amsal 3:5, 6.
Teladan Musa juga mengajar kita untuk tidak mementingkan status atau kekuasaan.
Apakah meniru kerendahan hati Musa akan bermanfaat? Pasti! Jika kita belajar untuk benar-benar rendah hati, kita akan menjadi orang yang menyenangkan, dan orang lain akan senang berada di dekat kita. Yang lebih penting, Allah, yang juga rendah hati, akan semakin mengasihi kita. (Mazmur 18:35) ”Allah menentang orang yang sombong, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.” (1 Petrus 5:5,Bahasa Indonesia Masa Kini) Bukankah itu semakin membuat kita ingin meniru kerendahan hati Musa?


Musa—Pria yang Pengasih


ARTI KASIH:

Kasih mencakup perasaan sayang yang dalam kepada orang lain. Orang yang pengasih menunjukkan rasa sayangnya dengan kata-kata dan tindakan, meskipun ia mungkin harus berkorban.

TELADAN MUSA:

Musa mengasihi Allah. Bagaimana ia menunjukkannya? Ingatlah kata-kata di 1 Yohanes 5:3, ”Inilah arti kasih akan Allah, yaitu bahwa kita menjalankan perintah-perintahnya.” Itulah prinsip hidup Musa. Apa pun yang Allah tugaskan—mulai dari menghadap Firaun yang berkuasa hingga sekadar merentangkan tongkatnya ke atas Laut Merah—Musa taat. Tidak soal perintah itu mudah atau sulit, ia patuh. ”Ia melakukannya tepat seperti itu.”Keluaran 40:16.
Musa juga mengasihi bangsanya, Israel. Mereka sadar bahwa Yehuwa menggunakan Musa untuk membimbing umat-Nya, jadi mereka mendatangi Musa sewaktu mengalami masalah. Alkitab mengatakan, ”Orang-orang terus berdiri di hadapan Musa dari pagi hingga matahari terbenam.” (Keluaran 18:13-16) Berjam-jam Musa mendengarkan curahan hati mereka. Ia pasti terkuras secara fisik dan emosi. Namun, ia senang membantu orang-orang yang ia kasihi.
Selain mendengarkan, Musa juga berdoa bagi orang-orang yang ia kasihi. Ia bahkan berdoa untuk mereka yang telah menyakitinya! Misalnya, ketika kakak Musa, Miriam, mempertanyakan wewenang Musa, Yehuwa menghukumnya dengan kusta. Musa tidak lantas merasa senang. Sebaliknya, ia segera memohon belas kasihan Allah dengan berdoa, ”Oh, Allah! Sembuhkanlah kiranya dia!” (Bilangan 12:13) Pasti, kasihlah yang membuat Musa mau berdoa seperti itu!

PELAJARAN BAGI KITA:

Kita dapat meniru Musa dengan memperdalam kasih kepada Allah. Kasih akan membuat kita mau mematuhi perintah-perintah-Nya ”dari hati”. (Roma 6:17) Jika kita menaati Yehuwa dari hati, kita menyenangkan hati-Nya. (Amsal 27:11) Kita sendiri juga akan mendapat manfaat. Lagi pula, jika kita melayani Allah karena kasih yang tulus, kita tidak saja akan melakukan apa yang benar, tetapi juga akan senang melakukannya.Mazmur 100:2.
Cara lain kita dapat meniru Musa adalah dengan mengembangkan kasih yang rela berkorban. Ketika teman atau keluarga menceritakan masalah mereka, kasih akan membuat kita mau (1) benar-benar memerhatikan mereka; (2) berempati, atau ikut merasakan apa yang mereka rasakan; dan (3) memberi tahu mereka bahwa kita peduli.
Seperti Musa, kita dapat mendoakan orang-orang yang kita sayangi. Kadang, sewaktu mendengar problem orang lain, kita mungkin merasa tidak bisa membantu. Kita barangkali berkata, ”Saya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali berdoa buat kamu.” Namun, ingatlah: ”Doa orang benar mempunyai kekuatan yang besar.” (Yakobus 5:16, Kitab Suci Komunitas Kristiani) Doa-doa kita bisa jadi membuat Yehuwa tergerak untuk melakukan sesuatu bagi orang yang kita doakan. Jadi sebenarnya, hal terbaik yang bisa kita lakukan bagi orang yang kita kasihi adalah berdoa bagi mereka. *
Tidakkah Anda setuju bahwa ada banyak yang bisa kita pelajari dari Musa? Walaupun ia manusia biasa, Musa menjadi teladan yang luar biasa dalam memperlihatkan iman, kerendahan hati, dan kasih. Jika kita meniru teladannya, kita sendiri dan juga orang lain akan mendapat manfaat.Roma 15:4.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar