Jumat, 18 Januari 2013

TIRULAH IMAN MEREKA


 

”Meskipun Ia Sudah Mati, Ia Masih Berbicara”


HABEL melihat ke arah kawanan dombanya yang sedang asyik merumput di lereng bukit. Kemudian, ia memandang ke suatu tempat di kejauhan dan melihat kilauan cahaya. Ia tahu di sanalah pedang yang bernyala terus berputar tanpa henti untuk menghalangi jalan menuju Taman Eden. Orang tuanya pernah tinggal di situ, namun sekarang, mereka dan anak-anak mereka tidak bisa masuk. Bayangkan angin semilir di sore itu menerpa rambut Habel seraya ia melayangkan pandangannya ke langit dan memikirkan Penciptanya. Bisakah hubungan yang telah retak antara manusia dan Allah dipulihkan? Itulah yang sangat Habel dambakan.
Habel berbicara kepada Anda sekarang. Bisakah Anda mendengarnya? Anda boleh jadi berkata, ’Mana mungkin? Bukankah putra kedua Adam ini telah lama mati?’ Jasadnya sudah lama hilang, kembali menjadi debu 60 abad silam. Alkitab memberi tahu kita tentang orang mati, ”Mereka sama sekali tidak sadar akan apa pun.” (Pengkhotbah 9:5, 10) Selain itu, tidak ada satu pun kata-kata Habel yang dicatat dalam Alkitab. Jadi, bagaimana ia bisa berbicara kepada kita?
Rasul Paulus diilhami untuk berkata tentang Habel, ”Melalui itu, meskipun ia sudah mati, ia masih berbicara.” (Ibrani 11:4) Melalui apa ia berbicara? Melalui iman. Habel adalah manusia pertama yang mengembangkan sifat luhur tersebut. Ia memperlihatkan iman dengan cara yang luar biasa sehingga teladannya tetap hidup dan bisa kita tiru sampai sekarang. Jika kita mengambil hikmah dari iman Habel dan berusaha menirunya, kisahnya berbicara kepada kita dengan cara yang sangat jelas dan ampuh.
Namun, apa yang dapat kita pelajari dari Habel dan imannya jika Alkitab tidak banyak bercerita tentang dirinya? Mari kita simak.

HIDUP DI AWAL SEJARAH MANUSIA

Habel dilahirkan di awal peradaban manusia. Yesus mengaitkan Habel dengan masa ketika ”dunia dijadikan”. (Lukas 11:50, 51) Yang Yesus maksudkan pastilah dunia umat manusia yang memiliki harapan untuk ditebus dari dosa. Habel adalah manusia keempat yang ada di bumi, namun kelihatannya, dialah manusia pertama yang Allah anggap pantas ditebus. * Jelaslah, orang-orang di sekitar Habel tidak memberikan pengaruh yang baik.
Meskipun sejarah manusia baru dimulai, dunia kala itu telah diselimuti awan kesedihan. Orang tua Habel, Adam dan Hawa, kemungkinan besar rupawan dan energik. Namun, mereka tahu bahwa mereka sudah membuat kesalahan yang sangat besar. Mereka tadinya sempurna dan bisa hidup abadi. Kemudian, mereka memberontak melawan Allah Yehuwa dan diusir dari rumah Firdaus mereka di Taman Eden. Karena mendahulukan keinginan mereka di atas segalanya—bahkan kebutuhan anak cucu mereka—Adam dan Hawa kehilangan kesempurnaan dan kehidupan abadi.Kejadian 2:15–3:24.
 Di luar Taman Eden, Adam dan Hawa merasakan betapa kerasnya kehidupan. Walaupun begitu, ketika anak pertama mereka lahir, mereka menamainya Kain, atau ”Sesuatu yang Dihasilkan”, dan Hawa mengatakan, ”Aku telah mendapatkan seorang laki-laki dengan pertolongan Yehuwa.” Kata-katanya menyiratkan bahwa ia mungkin mengingat janji Yehuwa di Taman Eden, yang menubuatkan bahwa seorang wanita akan menghasilkan ”benih” yang suatu hari akan menghancurkan musuh yang telah menyesatkan Adam dan Hawa. (Kejadian 3:15; 4:1) Apakah Hawa mengira bahwa dialah wanita dalam nubuat itu dan Kain adalah ”benih” yang dijanjikan? Jika demikian, ia salah besar.
Selain itu, jika ia dan Adam menanamkan gagasan ini dalam diri Kain seraya ia bertumbuh dewasa, mereka hanya akan membuat Kain menjadi sombong. Hawa belakangan melahirkan anak kedua, namun kita tidak membaca kata-kata muluk tentang anak ini. Anak itu dinamai Habel, mungkin berarti ”Embusan Napas”, atau ”Kesia-siaan”. (Kejadian 4:2) Apakah nama itu mencerminkan bahwa Adam dan Hawa tidak berharap banyak kepada Habel dan lebih berharap kepada Kain? Kita tidak tahu pasti.
Apa pun keadaannya, orang tua dewasa ini bisa banyak belajar dari orang tua pertama kita. Dengan perkataan dan tindakan Anda, apakah Anda memupuk kesombongan, ambisi, dan kecenderungan yang egois dalam diri anak-anak? Atau apakah Anda mengajar mereka untuk mengasihi Allah Yehuwa dan menjalin persahabatan dengan-Nya? Sayangnya, orang tua pertama kita gagal menjalankan tanggung jawab mereka. Namun, keturunan mereka masih punya harapan.

BAGAIMANA HABEL MENGEMBANGKAN IMAN?

Saat dua anak lelaki itu beranjak dewasa, Adam kemungkinan melatih mereka untuk bekerja menafkahi keluarga. Kain memilih bertani; Habel memilih menggembalakan domba.
Namun, Habel melakukan sesuatu yang jauh lebih penting. Seiring berjalannya waktu, ia mengembangkan iman, sifat baik yang belakangan disebutkan Paulus. Coba renungkan. Tidak ada satu manusia pun yang dapat Habel jadikan teladan. Jadi, bagaimana ia sampai beriman kepada Allah Yehuwa? Perhatikan tiga hal yang membantu Habel mengembangkan iman yang kuat.

Ciptaan Yehuwa.

 Yehuwa memang telah mengutuk tanah sehingga menghasilkan semak dan rumput duri yang menghambat pertanian. Namun, bumi tetap menghasilkan banyak makanan bagi Habel dan keluarganya. Dan, Allah tidak mengutuk binatang, yang mencakup burung dan ikan; pegunungan, danau, sungai, dan laut; langit, awan, matahari, bulan, dan bintang. Ke mana pun Habel memandang, ia melihat bukti kasih, hikmat, dan kebaikan yang sangat dalam dari Allah Yehuwa, Pribadi yang menciptakan segala sesuatu. (Roma 1:20) Merenungkan hal-hal ini dengan penuh penghargaan menguatkan imannya.
Habel tentu menyisihkan waktu untuk memikirkan hal-hal rohani. Bayangkan Habel menjaga kawanan dombanya. Sebagai gembala, ia pasti banyak berjalan kaki. Ia menggiring hewan-hewan penurut  itu melewati bukit, lembah, dan sungai—untuk mencari rumput hijau yang subur, air yang segar, dan tempat istirahat yang aman. Dari antara semua ciptaan Allah, domba sepertinya paling tidak berdaya, seolah mereka memang membutuhkan manusia untuk menuntun dan melindungi mereka. Apakah Habel menyadari bahwa ia pun membutuhkan bimbingan, perlindungan, dan perhatian dari Pribadi yang lebih bijaksana dan lebih kuat? Tidak diragukan, Habel menyatakan hal-hal itu dalam doa, dan sebagai hasilnya, imannya terus bertumbuh.
Ciptaan membantu Habel mengembangkan iman yang kuat kepada Pencipta yang pengasih

Janji Yehuwa.

 Adam dan Hawa tentu menceritakan kejadian di Taman Eden yang membuat mereka diusir dari sana. Jadi, Habel punya banyak hal untuk direnungkan.
Yehuwa mengatakan bahwa tanah akan terkutuk. Habel dapat dengan jelas melihat penggenapan kata-kata itu karena semak dan rumput duri ada di mana-mana. Yehuwa juga menubuatkan bahwa Hawa akan merasakan sakit bersalin. Ketika adik-adiknya dilahirkan, Habel dapat melihat benarnya hal itu. Yehuwa tahu bahwa Hawa bakal merasakan kebutuhan yang tidak seimbang akan kasih dan perhatian suaminya, sehingga Adam akan menguasainya. Habel menyaksikan kenyataan ini terjadi di depan matanya. Dalam segala hal, Habel melihat bahwa kata-kata Yehuwa selalu benar. Oleh karena itu, Habel memiliki alasan yang kuat untuk beriman pada janji Allah tentang ”benih” yang kelak akan memperbaiki semua kerusakan yang dimulai di Eden.Kejadian 3:15-19.

Hamba-hamba Yehuwa.

 Habel tidak bisa menemukan contoh baik di antara manusia, namun manusia bukanlah satu-satunya makhluk cerdas yang ada di bumi pada waktu itu. Sewaktu Adam dan Hawa diusir dari Taman Eden, Yehuwa memastikan agar mereka dan keturunan mereka tidak bisa masuk ke Firdaus. Untuk menjaga jalan masuk taman, Allah menempatkan kerub-kerub—malaikat yang kedudukannya sangat tinggi—serta pedang bernyala yang terus berputar.Kejadian 3:24.
Bayangkan Habel kecil melihat kerub-kerub itu. Dalam wujud jasmani mereka, penampilan kerub-kerub itu menunjukkan kekuatan yang sangat hebat. Dan ”pedang” bernyala yang terus berputar itu juga menimbulkan rasa takjub. Seiring berjalannya waktu, apakah Habel pernah melihat kerub-kerub itu merasa bosan dan meninggalkan tempat mereka? Tidak. Siang malam, tahun demi tahun, dekade demi dekade, makhluk-makhluk yang perkasa dan cerdas itu tetap berdiri di tempat mereka. Jadi, Habel belajar bahwa Allah Yehuwa memiliki hamba-hamba yang adil-benar dan setia. Dalam diri para kerub itu, Habel melihat loyalitas dan ketaatan kepada Yehuwa yang tidak dapat ia temukan dalam keluarganya. Pastilah, teladan para malaikat itu menguatkan imannya.
Sepanjang hidupnya, Habel dapat melihat bahwa kerub-kerub setia dan taat kepada Yehuwa


Karena Habel merenungkan semua yang Yehuwa singkapkan tentang diri-Nya melalui ciptaan, janji-Nya, dan teladan para hamba-Nya, iman Habel semakin kuat. Tidakkah Anda setuju bahwa teladan Habel berbicara kepada kita? Kaum muda khususnya bisa terhibur karena tahu bahwa mereka bisa mengembangkan iman yang sejati kepada Allah Yehuwa, tidak soal apa yang dilakukan anggota keluarga mereka. Dengan adanya segala ciptaan yang menakjubkan di sekeliling kita, Alkitab lengkap yang bisa kita baca, dan banyak teladan iman, kita sekarang memiliki dasar yang sangat kuat untuk membangun iman.

MENGAPA KORBAN HABEL LEBIH UNGGUL

Seraya imannya kepada Yehuwa bertumbuh, Habel mencari cara untuk memperlihatkannya dalam tindakan nyata. Tetapi, apa yang dapat diberikan seorang manusia biasa kepada Sang Pencipta alam semesta? Allah pasti tidak membutuhkan pemberian atau bantuan apa pun dari manusia. Namun belakangan, Habel memahami sebuah kebenaran penting: Jika ia memberikan miliknya yang terbaik kepada Yehuwa dengan motif yang benar, Bapak surgawinya yang pengasih akan merasa senang.
Maka, Habel mempersiapkan beberapa ekor domba untuk dipersembahkan. Ia memilih hewan-hewan yang terbaik, yang sulung, serta mempersembahkan bagian-bagian yang ia anggap paling baik. Sementara itu, Kain juga berupaya mendapat berkat dan perkenan Allah, jadi ia mempersiapkan hasil ladang untuk dipersembahkan. Tetapi, motifnya berbeda dengan motif Habel. Hal ini jelas terlihat sewaktu kakak beradik itu memberikan persembahan.
Berbeda dengan Kain, Habel memberikan persembahan dengan iman


 Bisa jadi, kedua putra Adam itu menggunakan mezbah dan api, dan memberikan persembahan tidak jauh dari tempat kedua kerub, yang merupakan satu-satunya wakil Allah yang ada di bumi pada waktu itu. Yehuwa memberikan tanggapan! Kita membaca, ”Yehuwa memandang dengan perkenan atas Habel dan persembahannya.” (Kejadian 4:4) Alkitab tidak menyebutkan bagaimana Allah menunjukkan perkenan-Nya. Namun, mengapa Ia memperkenan Habel?
Apakah karena persembahan itu sendiri? Habel mempersembahkan makhluk hidup, dengan mencurahkan darahnya yang berharga. Apakah Habel menyadari betapa bernilainya korban seperti itu? Berabad-abad setelah zaman Habel, Allah menggunakan korban anak domba yang tidak bercacat untuk menggambarkan korban putra-Nya yang sempurna, ”Anak Domba Allah”. Darah Yesus yang tidak bersalah akan dicurahkan. (Yohanes 1:29; Keluaran 12:5-7) Akan tetapi, Habel tampaknya tidak memahami semua hal itu.
Yang pasti, Habel mempersembahkan miliknya yang terbaik. Yehuwa tidak hanya memperkenan persembahan Habel, tetapi juga si pemberi. Habel bertindak karena dimotivasi oleh kasih dan iman yang sejati kepada Yehuwa.
Berbeda halnya dengan Kain. Yehuwa ”tidak memandang dengan perkenan atas Kain dan persembahannya”. (Kejadian 4:5) Bukan berarti Kain mempersembahkan sesuatu yang salah; Taurat belakangan mengizinkan persembahan berupa hasil bumi. (Imamat 6:14, 15) Tetapi, Alkitab menyatakan bahwa ”perbuatan [Kain] sendiri fasik”. (1 Yohanes 3:12) Sama seperti banyak orang dewasa ini, Kain rupanya berpikir bahwa sekadar mempertunjukkan pengabdian secara lahiriah sudah cukup. Ia tidak benar-benar beriman atau mengasihi Yehuwa, dan hal ini segera terlihat dari tindakan Kain.
Ketika Kain melihat bahwa ia tidak mendapat perkenan Yehuwa, apakah ia berupaya belajar dari teladan Habel? Tidak. Ia justru memendam kebencian terhadap adiknya. Yehuwa melihat apa yang ada dalam hati Kain dan dengan sabar berusaha membantunya. Allah memperingatkan Kain bahwa ia bisa melakukan dosa serius, dan Yehuwa berjanji bahwa jika saja Kain mau berbalik, ia akan ”ditinggikan”, atau mendapat perkenan-Nya.Kejadian 4:6, 7.
Kain mengabaikan peringatan Allah. Ia malah mengajak adiknya yang tidak menaruh curiga untuk pergi bersamanya ke padang. Di sana, Kain menyerang Habel dan membunuhnya. (Kejadian 4:8) Bisa dikatakan, Habel menjadi orang pertama yang menjadi korban penganiayaan karena kepercayaannya, atau martir pertama. Habel sudah mati, namun kisahnya sama sekali belum selesai.
Secara kiasan, darah Habel berseru kepada Allah Yehuwa untuk menuntut pembalasan, atau keadilan. Dan, Allah memastikan agar keadilan ditegakkan dengan menghukum Kain atas kejahatannya. (Kejadian 4:9-12) Yang lebih penting, kisah iman Habel ini berbicara kepada kita sekarang. Masa hidupnya—mungkin sekitar seabad lamanya—termasuk singkat untuk umur manusia kala itu, namun Habel menggunakan tahun-tahun kehidupannya dengan cara terbaik. Ia yakin bahwa Bapak surgawinya, Yehuwa, mengasihi dan memperkenan dia. (Ibrani 11:4) Jadi, kita bisa yakin bahwa Habel ada dalam ingatan Yehuwa yang tidak terbatas dan menunggu kebangkitan untuk hidup di bumi firdaus. (Yohanes 5:28, 29) Maukah Anda bertemu dengan Habel nanti? Anda bisa jika Anda bertekad untuk mendengarkan Habel berbicara dan meniru imannya yang luar biasa.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar